April 29, 2011

Teknologi Pengolahan Emas (zaman Kuno)




Emas, logam yang berwarna kekuningan, yang namanya diambil dari bahasa inggris kuno Geolu yang artinya kuning, symbol kimianya Au dari bahasa latin Aurum. Berat jenisnya 19,32 g/cm3, titik bekunya 10640C dan titik didihnya 30810C. Sifatnya lembut dan lunak sehingga mudah dibentuk.

Hingga sekarang emas masih menjadi pilihan utama usaha pertambangan logam, terlebih karena harga logamnya yang saat ini melonjak drastis higga mencapai lebih dari US$700/oz. Metode pengolahan emaspun telah jauh berkembang, mulai dari amalgamasi higga bioleaching. Emas juga telah dikenal selama ribuan tahun sebelum kita lahir.

Pada dasanya ada beberapa zaman dimana pengolahan emas dimulai, tiap zaman masih meninggalkan banyak torehan teknologi saat itu, yaitu:

1. Pra Sianidasi (zaman kuno)

Emas dan perak telah dikenal mulai dari kekuasaan Menes di Mesir 5000 tahun lalu ketika telah digunakan sebagai alat pebayaran berbentuk butiran dan batangan. Juga digunakan sebagai dekoratif dan perhiasan hingga sekarang. Prosesnya dimulai dengan mencari partikel emas yang terlarut di laut hitam yang kemudian dilewatkan pada bulu domba sehinga partikel emas ini tertangkap dan dikupulkan. Emas juga menjadi simbol kekayaan. Raja Midas bahkan mengharapkan semua yang tersentuh oleh tangannya menjadi emas.

Pertambangan emas terbesar terpusat di sekitar Harz (jerman Timur) dan pegunungan Alpen dengan proses amalgamasi dan distilasi (retorting) yang merupakan bagian dari teknik metalurgi. Kemudian meledaknya harga emas di tahun 188-an membuat eksploitasi ini jadi lebih marak dan aktivitas penambangan juga mulai menggunakan pemisahan meas dengan pengotor menggunakan metode gravitas melalui pendulangan (panning) dan gelundung (trommel). Kemudian selama era bonanza, teknologi menangkap emas sangat berkembang dengan menggunakan potasium sianida (KCN) untuk membersihkan permukaan emas dari merkuri dan tembaga dan sampai saat inipun masih digunakan.

Ternyata metode ini tidak dapat digunakan untuk mengolah partikel emas halus yang terperangkap dalam mineral sulfida sampai tahun 1848 Platter memperkenalkan proses pengolahan dengan klorine pada batu hasil peremukan agar menghasilkan emas klorida yang dapat larut dalam air. Namun ini menyebabkan cutt of grade menajdi naik dan biaya makin mahal. Salah stau solusi yang cukup riskan adalah dengan memanggang (roasting) pirit di temperatur rendah dengan injeksi oksigen (Molesworth, 1891) yang selanjutnya diproses dengan amalgamasi. Tahapan selanjutnya banyak ditemukan bahan yang mampu melarutkan emas dan perak seperti senyawa bromida, sianida, tiosulfat dan tiourea.

Ternyata proses pirometalurgi ini juga bisa diaplikasikan untuk beberapa logam lain seperti konsentrat emas-besi, timbal, perak dan tembaga. Mineral logam dicampur dengan bahan tambahan (flux) untuk memperoleh matte dilanjutkan dengan peleburan. Teknik ini dikenal sebagai fire assay, kemudian produk ini dimasukan ke dalam coupel sehingga timbalnya menghilang dan yang tertinggal hanya emas dan perak.

Sejalan dengan proses klorinasi yang dikembangkan Plattner. Proses pre teratment juga mulai digunakan termasuk bioleaching yang menggunakan bakteri untuk mengkonsumsi mieral sulfida sehingga hanya emas yang tertinggal.

Iklim ekonomi yang berkembang selama decade 60-70an juga memaksa makin manjunya teknologi pengolahan emas sehingga boming eksplorasi mulai di seluruh dunia. Dan selame decade ini ditemukan beberap teknologi yang mampu meningkatkan perolehan recovery emas bahkan untuk emas berkadar rendah. Perkembangan ini dipengaruhi oleh perkembangan teknologi kimia dan sekarang mulai beralih ke green chemistry.

Beberapa teknologi maju dan ekonomis untuk digunakan dalam proses penambangan dan pengolahan emas tersebut antara lain:

1. Carbon in Pulp (CIP)
Proses carbon in pulp atau CIP ini mulai dikembangkan di awal 70-an. Proses ini adalah pelindihan batuan bijih emas melalui proses sianidasi kemudian partikel emas dalam larutan kaya emas tersebut diserap oleh pori-pori karbon. Karbon ini adalah akrbon active (activated carbon) yang dapat di-recycle. Karbon berisi emas ini selanjutnya dicuci dan dielektrolisa shingga menghasilkan dore bullion emas.

Proses ini bisa menekan cost produksi dan menghasilkan recovery yang lebih baik. Tidak hanya itu, ada juga hasil sampingan (by product) pengolahan emas yaitu perak yang hadir dalam jumlah ekonomis.

2. Heap Leaching
Heap leach adalah metode yang dikembangkan oleh Henin dan Lindstrom untuk mengolah bijih berkadar rendah skala besar dengan cost production kecil sehingga kadar di bawah cut of grade masih bisa ekonomis. Heap leach ini adalah proses pelindihan batuan emas kadar rendah yang ditimbun, kemudian larutan berisi partikel logam disaring dan dipisahkan dengan elektrolisa. Heap leach dilakukan berulang-ulang dan dalam skala besar. Di Indonesia, heap leach ini dilakukan di PT. Newmont Minahasa Raya di Sulawesi Utara.

3. Bijih Refraktori
Bijih refraktori adalah bijih emas yang tidak dapat diolah dengan cara sianidasi sederhana karena terbungkus oleh mineral lain (terinklusi) seperti sulfide atau telluroid. Namun bijih ini dapat disianidasi setelah mengalami pemanggangan untuk merusakan partikel mineral pembungkus emas. Bijih ini dapat diolah dengan klorinasi yang dilanjutkan dengan sianidasidan presipitasi seng atau dengan CIP.

Metode biologis yang dikembangkan beberapa tahun terakhir adalah dengan memanfaatkan bakteri pengkonsumsi mineral sulfide seperti thiobaccilus ferroxidans. Bakteri ini akan “memakan” mineral sulfide sehingga emas bisa di-leaching atau dikenal sebagai proses bio leaching.

2 komentar: