Meskipun perlu, sebenarnya tidak terlalu penting bagi kita untuk mempelajari terlalu dalam data pergerakan harga emas, kemudian mengambil kesimpulan tentang trend, lalu membuat prediksi-prediksi harga emas di masa datang, apalagi sampai menetapkan teori atasnya.
Karena jika niat kita ‘lurus’ hendak menyelamatkan harta, ditambah dengan harapan jangka panjang untuk menaikkan ‘value’ simpanan diri pribadi atau keluarga, maka sesungguhnya tak ada yang namanya ‘waktu yang salah’ untuk mengawali pembelian atau penyimpanan Dinar. Tak ada istilah ‘waktunya kurang tepat’, atau ‘saatnya memborong’ dalam investasi Dinar emas.
Apalagi jika kita berinvestasi dalam Dinar emas atau emas pada umumnya dalam kerangka upaya individu, bukan dengan niat komersial. Beda halnya jika Anda menjalankan sebuah usaha yang memperjual-belikan emas, misalnya toko emas atau usaha pemurnian dan pencetakan emas, maka statistik yang menyangkut prediksi harga emas menjadi informasi terpenting bagi bisnis Anda.
Selain itu, harga emas terlalu sulit untuk diramalkan. Nanti waktu kita sia-sia, habis untuk mengamati pergerakan harga berupa grafi-grafik di layar kaca. Para ahli sendiri lebih mampu menyajikan prediksi harga emas dalam jangka menengah dan panjang, diatas 6 bulan. Emas adalah komoditas yang sangat independen, harganya hampir sepenuhnya dipengaruhi pasar. Meskipun pemerintahan-pemerintahan di dunia berusaha mempengaruhi harga emas, kemampuan mereka terbatas dan makin lama makin habis pengaruhnya.
Jika kita lihat trend jangka panjang harga emas, apa yang telah terjadi selama 1.400 tahun semenjak Dinar dan Dirham ditetapkan sebagai mata uang resmi dalam kekhalifahan Islam, maka data itu sebetulnya telah sangat banyak bercerita.
Pak Muhaimin Iqbal, dalam berbagai tulisannya di geraidinar.com dan buku-buku tentang Dinar dan Dirham, menjelaskan banyak teori yang bisa gunakan untuk memprediksi harga emas, yang biasanya dihubungkan dengan kondisi ekonomi dunia, inflasi dan kehancuran uang kertas, diantaranya Greenspan-Guidotti Rule, Deret Fibonacci, prediksi harga emas versi National Inflation Association (NIA), dan lainnya.
Teori-teori tersebut akan sangat bermanfaat bagi kita, apalagi jika kita memiliki banyak waktu untuk mengumpulkan dan menganlisis informasi dari berbagai sumber. Jika ilmu ini kemudian digunakan sebagai sarana syiar untuk mengembalikan kesadaran umat Islam kembali pada Dinar atau emas pada umumnya, maka tentu berlipat-lipat pahala amalnya.
Lalu bagaimana dengan yang awam ? Bagaimana bagi mereka yang tak cukup waktu, mungkin karena kesibukannya, atau tak punya informasi yang cukup ke sumber-sumber informasi terpercaya ?
Berikut ini kami sajikan beberapa gejala lokal, regional hingga global yang mudah kita tangkap, terutama melalui media cetak dan elektronik, yang jika terjadi dapat mendorong naik harga emas :
- Kepanikan financial secara global
Menengok sejarah di belakang, krisis global biasanya terjadi dalam skala menengah setiap 5 tahun sekali, dan krisis besar setiap 10 tahun sekali. Jadi kita hidup dalam tekanan-tekanan ekonomi yang membuat daya tahan kesejahteraan dan kemakmuran kita menjadi rentan. Dalam situasi tak pasti ini, harga emas justru naik. Diantara depresi, resesi dan krisis ekonomi yang pernah terjadi adalah Great Depression 1930, krisis local di AS tahun 1970 – 1971, tahun 1980 krisis energi dunia karena harga minyak naik, krisis tahun 1998 yang menyapu sebagian besar negara berkembang, dan terakhir tahun 2008 hantaman krisis kembali menimpa Amerika.
- Angka inflasi naik tak terkendali
Angka psikologis 2 digit (misalnya 13%) pada inflasi menandakan sesuatu yang tak nyaman telah terjadi, berakibat pada naiknya harga-harga. Pada situasi inflasi naik, maka nilai emas juga makin tinggi melebihinya. Pada tahun 2009 lalu, performa emas meyakinkan dengan naik 24,9% setahun, ‘meninggalkan jauh’ inflasi yang cukup rendah di bawah 10%. Inflasi hanya mengikis nilai uang kertas, tapi tak mempengaruhi sedikitpun harga emas.
- Kejadian politik besar yang mempengaruhi kestabilan politik internasional
Kejadian-kejadian seperti 9/11, perang 7 tahun Iran vs Irak, penyerbuah Irak ke Kuwait, dan lainnya, terutama yang melibatkan negeri-negeri barat dan Timur Tengah sebagai pemasok utama minyak dunia, membuat situasi tak menentu. Dalam situasi seperti ini, emas selalu jadi pegangan dan sandaran. Emas justru naik ketika situasi geopolitik membuat cemas tak menentu.
- Kurs Dollar menguat
Banyak orang menyangka jika Dollar melemah terhadap mata uang lain, misalnya terhadap Rupiah, maka harga emas akan turun. Padahal tidak. Harga emas dunia masih ditakar dengan US Dollar. Sehingga jika menguat, maka harga emas akan terbawa naik.
- Kenaikan harga minyak dan harga komoditas pada umumnya
Dalam grafik yang menunjukkan pergerakan nilai yang membandingkan emas dengan komoditas lainnya selama puluhan tahun, terlihat bahwa kenaikan keduanya proporsional. Ketika harga kebutuhan pokok naik, harga minyak mentah dan emas juga naik. Kenaikan yang proporsional ini sebetulnya menunjukkan kehebatan dasar dari emas, yaitu nilai belinya terhadap komoditas selalu tetap. Sementara uang kertas berkebalikan : daya belinya terus menurun terhadap komoditas.
- Naiknya permintaan emas sebagai cadangan devisa negara
Ketika terjadi berbagai tekanan dan goncangan ekonomi dunia, negara-negara biasanya – seperti biasa – mencari pelarian ke emas untuk memperkuat ketahanan ekonomi negaranya. Contohnya ketika krisis ekonomi AS makin parah tahun lalu, dimulai bulan September 2009 negara-negara seperti China, India, Mauritius dan Sri Lanka memperkuat cadangan devisanya berupa emas seberat 403 ton. Permintaan yang demikian banyak, ditambah situasi krisis yang belum usai, membuat harga emas meroket hingga ke titik tertingginya USD 2.000 per troy once pada awal Desember 2009.
- Naiknya konsumsi emas dunia dan permintaan emas di pasar lokal
Pada situasi ini, hukum permintaan dan penawaran yang berlaku. Ketika permintaan emas di pasar local maupun dunia naik, maka akan mendorong naik harga emas. Mengapa sebab-akibat ini terjadi dalam pola yang sama dan demikian sederhana ? Sebabnya adalah karena jumlah cadangan emas di perut bumi bertambah seiring pertambahan jumlah populasi manusia, yaitu sekitar 1,5% saja per tahun. Jadi emas selalu cukup, namun selalu langka. Emas tak pernah kelebihan supply yang membuat harganya turun. Yang terjadi sebaliknya : penambangan dan pengolahannya terbatas, sehingga emas tetap saja langka. Ketika permintaan naik dan supply tetap, maka otomatis harganya naik.
Karena jika niat kita ‘lurus’ hendak menyelamatkan harta, ditambah dengan harapan jangka panjang untuk menaikkan ‘value’ simpanan diri pribadi atau keluarga, maka sesungguhnya tak ada yang namanya ‘waktu yang salah’ untuk mengawali pembelian atau penyimpanan Dinar. Tak ada istilah ‘waktunya kurang tepat’, atau ‘saatnya memborong’ dalam investasi Dinar emas.
Apalagi jika kita berinvestasi dalam Dinar emas atau emas pada umumnya dalam kerangka upaya individu, bukan dengan niat komersial. Beda halnya jika Anda menjalankan sebuah usaha yang memperjual-belikan emas, misalnya toko emas atau usaha pemurnian dan pencetakan emas, maka statistik yang menyangkut prediksi harga emas menjadi informasi terpenting bagi bisnis Anda.
Selain itu, harga emas terlalu sulit untuk diramalkan. Nanti waktu kita sia-sia, habis untuk mengamati pergerakan harga berupa grafi-grafik di layar kaca. Para ahli sendiri lebih mampu menyajikan prediksi harga emas dalam jangka menengah dan panjang, diatas 6 bulan. Emas adalah komoditas yang sangat independen, harganya hampir sepenuhnya dipengaruhi pasar. Meskipun pemerintahan-pemerintahan di dunia berusaha mempengaruhi harga emas, kemampuan mereka terbatas dan makin lama makin habis pengaruhnya.
Jika kita lihat trend jangka panjang harga emas, apa yang telah terjadi selama 1.400 tahun semenjak Dinar dan Dirham ditetapkan sebagai mata uang resmi dalam kekhalifahan Islam, maka data itu sebetulnya telah sangat banyak bercerita.
Pak Muhaimin Iqbal, dalam berbagai tulisannya di geraidinar.com dan buku-buku tentang Dinar dan Dirham, menjelaskan banyak teori yang bisa gunakan untuk memprediksi harga emas, yang biasanya dihubungkan dengan kondisi ekonomi dunia, inflasi dan kehancuran uang kertas, diantaranya Greenspan-Guidotti Rule, Deret Fibonacci, prediksi harga emas versi National Inflation Association (NIA), dan lainnya.
Teori-teori tersebut akan sangat bermanfaat bagi kita, apalagi jika kita memiliki banyak waktu untuk mengumpulkan dan menganlisis informasi dari berbagai sumber. Jika ilmu ini kemudian digunakan sebagai sarana syiar untuk mengembalikan kesadaran umat Islam kembali pada Dinar atau emas pada umumnya, maka tentu berlipat-lipat pahala amalnya.
Lalu bagaimana dengan yang awam ? Bagaimana bagi mereka yang tak cukup waktu, mungkin karena kesibukannya, atau tak punya informasi yang cukup ke sumber-sumber informasi terpercaya ?
Berikut ini kami sajikan beberapa gejala lokal, regional hingga global yang mudah kita tangkap, terutama melalui media cetak dan elektronik, yang jika terjadi dapat mendorong naik harga emas :
- Kepanikan financial secara global
Menengok sejarah di belakang, krisis global biasanya terjadi dalam skala menengah setiap 5 tahun sekali, dan krisis besar setiap 10 tahun sekali. Jadi kita hidup dalam tekanan-tekanan ekonomi yang membuat daya tahan kesejahteraan dan kemakmuran kita menjadi rentan. Dalam situasi tak pasti ini, harga emas justru naik. Diantara depresi, resesi dan krisis ekonomi yang pernah terjadi adalah Great Depression 1930, krisis local di AS tahun 1970 – 1971, tahun 1980 krisis energi dunia karena harga minyak naik, krisis tahun 1998 yang menyapu sebagian besar negara berkembang, dan terakhir tahun 2008 hantaman krisis kembali menimpa Amerika.
- Angka inflasi naik tak terkendali
Angka psikologis 2 digit (misalnya 13%) pada inflasi menandakan sesuatu yang tak nyaman telah terjadi, berakibat pada naiknya harga-harga. Pada situasi inflasi naik, maka nilai emas juga makin tinggi melebihinya. Pada tahun 2009 lalu, performa emas meyakinkan dengan naik 24,9% setahun, ‘meninggalkan jauh’ inflasi yang cukup rendah di bawah 10%. Inflasi hanya mengikis nilai uang kertas, tapi tak mempengaruhi sedikitpun harga emas.
- Kejadian politik besar yang mempengaruhi kestabilan politik internasional
Kejadian-kejadian seperti 9/11, perang 7 tahun Iran vs Irak, penyerbuah Irak ke Kuwait, dan lainnya, terutama yang melibatkan negeri-negeri barat dan Timur Tengah sebagai pemasok utama minyak dunia, membuat situasi tak menentu. Dalam situasi seperti ini, emas selalu jadi pegangan dan sandaran. Emas justru naik ketika situasi geopolitik membuat cemas tak menentu.
- Kurs Dollar menguat
Banyak orang menyangka jika Dollar melemah terhadap mata uang lain, misalnya terhadap Rupiah, maka harga emas akan turun. Padahal tidak. Harga emas dunia masih ditakar dengan US Dollar. Sehingga jika menguat, maka harga emas akan terbawa naik.
- Kenaikan harga minyak dan harga komoditas pada umumnya
Dalam grafik yang menunjukkan pergerakan nilai yang membandingkan emas dengan komoditas lainnya selama puluhan tahun, terlihat bahwa kenaikan keduanya proporsional. Ketika harga kebutuhan pokok naik, harga minyak mentah dan emas juga naik. Kenaikan yang proporsional ini sebetulnya menunjukkan kehebatan dasar dari emas, yaitu nilai belinya terhadap komoditas selalu tetap. Sementara uang kertas berkebalikan : daya belinya terus menurun terhadap komoditas.
- Naiknya permintaan emas sebagai cadangan devisa negara
Ketika terjadi berbagai tekanan dan goncangan ekonomi dunia, negara-negara biasanya – seperti biasa – mencari pelarian ke emas untuk memperkuat ketahanan ekonomi negaranya. Contohnya ketika krisis ekonomi AS makin parah tahun lalu, dimulai bulan September 2009 negara-negara seperti China, India, Mauritius dan Sri Lanka memperkuat cadangan devisanya berupa emas seberat 403 ton. Permintaan yang demikian banyak, ditambah situasi krisis yang belum usai, membuat harga emas meroket hingga ke titik tertingginya USD 2.000 per troy once pada awal Desember 2009.
- Naiknya konsumsi emas dunia dan permintaan emas di pasar lokal
Pada situasi ini, hukum permintaan dan penawaran yang berlaku. Ketika permintaan emas di pasar local maupun dunia naik, maka akan mendorong naik harga emas. Mengapa sebab-akibat ini terjadi dalam pola yang sama dan demikian sederhana ? Sebabnya adalah karena jumlah cadangan emas di perut bumi bertambah seiring pertambahan jumlah populasi manusia, yaitu sekitar 1,5% saja per tahun. Jadi emas selalu cukup, namun selalu langka. Emas tak pernah kelebihan supply yang membuat harganya turun. Yang terjadi sebaliknya : penambangan dan pengolahannya terbatas, sehingga emas tetap saja langka. Ketika permintaan naik dan supply tetap, maka otomatis harganya naik.
Penawaran dan Permintaan Emas
Emas langka. Hari ini ada 165.000 metrik ton stok yang ada di atas tanah. Jika setiap ons emas ini ditempatkan di samping satu sama lain, kubus yang dihasilkan dari emas murni hanya akan mengukur 20 meter ke segala arah.
Permintaan untuk komoditas alam barharga dan terbatas ini terdiri dari banyak sektor dan geografis. Sekitar 60% dari emas hari ini telah menjadi perhiasan, dimana India dan China memperluas kekuatan ekonomi mereka dengan cadangan emas. Di Asia Timur, India dan Timur Tengah emas memiliki makna kultural yang kuat, atau sekitar 70% dari perhiasan emas dunia pada tahun 2009.Tapi, perhiasan hanya menciptakan satu sumber permintaan; investasi, cadangan bank sentral dan sektor teknologi semuanya signifikan. Setiap terjadi dorongan dinamika yang berbeda, akan menambah kekuatan emas dan independensi.
Dalam membuat penawaran, perusahaan pertambangan emas beroperasi di setiap benua dunia. Penyebaran geografis yang luas ini berarti isu-isu, politik dan lainnya dalam suatu wilayah tidak berdampak pada pasokan emas. Disamping produksi tambang, daur ulang menyumbang sepertiga dari seluruh pasokan saat ini. Selain itu, Bank Sentral juga selain berkontribusi memasok, harus menjual sebagian cadangan emas yang dimiliki.
Perlu dicatat bahwa setelah 18 tahun sebagai penjual bersih, sebagian besar Bank Sentral hanya menjadi pembeli bersih, karena itu menyebabkan penurunan pasokan yang signifikan, walaupun naik simultan sesuai dengan permintaan. (sumber, www.gold.org)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar